Tak Sekadar Menikmati, Tapi Ikut Melipatgandakan
Edisi Juli - September 2025
ARTIKEL
Ida Hasian Sinaga (Staf Mahasiswa Perkantas Jabar)
9/1/2025
Bayangkan saudara sedang ikut lomba estafet. Degup jantung berpacu, kaki berlari secepat mungkin, dan dengan seluruh tenaga yang tersisa saudara menyerahkan tongkat kepada pelari berikutnya. Serah terima itu sempurna, tongkat sudah ada di tangannya. Namun, alih-alih melanjutkan, ia hanya berdiri diam, menggenggam tongkat itu tanpa bergerak, seolah-olah tidak peduli bahwa pelari di depannya sedang menunggu giliran. Bukankah itu menyakitkan sekaligus membuat frustasi?
Gambaran ini sangat mirip dengan kenyataan pemuridan masa kini. Ada orang yang sudah dengan sabar kita dampingi, bimbing, bahkan investasikan waktu dan tenaga agar ia bertumbuh, tetapi ketika sudah tiba waktunya untuk meneruskan pemuridan, ia berhenti begitu saja. Tongkat itu hanya digenggam, tidak pernah diteruskan. Atau kalaupun ada yang mau melanjutkan, sering kali generasi berikutnya tidak lagi punya semangat yang sama untuk membagikan Injil dan membangun murid Kristus lainnya.
Kenyataan pahit ini ditegaskan dalam penelitian Barna Group (AS, 2022). Dari 2.511 orang Kristen dewasa yang disurvei, hanya 5% yang benar-benar terlibat aktif memuridkan orang lain. Sementara itu, 28% memilih jalan yang jauh lebih mudah dengan menjadi “murid saja.” Mereka menerima firman, senang diberkati, menikmati pemuridan, tetapi enggan memberikan hidupnya untuk membimbing orang lain. Dengan kata lain, banyak orang Kristen hanya duduk sebagai penonton, bukan menjadi pelari dalam gelanggang pemuridan, padahal di luar sana ada begitu banyak hati yang merindukan jawaban, orang-orang yang mencari pegangan hidup, dan generasi yang bingung menentukan arah. Mereka butuh orang-orang yang setia mengajar dan membimbing mereka dalam kebenaran Injil!
Hal inilah yang dilakukan Rasul Paulus. Menjelang akhir hidupnya, ketika berada di penjara bawah tanah di Roma, ia menulis surat kedua kepada Timotius, “anak rohaninya.” Paulus sadar bahwa waktunya hampir habis, tetapi pikirannya tetap tertuju pada kelangsungan Injil. Ia juga meminta agar Timotius datang ke Roma menemuinya untuk terakhir kalinya. Namun, sebelum meninggalkan Efesus, Paulus memerintahkan Timotius untuk memercayakan ajaran Injil kepada orang-orang yang dapat diandalkan.
Paulus menekankan dua hal penting mengenai orang-orang tersebut. Pertama, mereka harus memiliki karakter yang setia, teguh dalam ajaran yang sehat, dan berkomitmen kepada Kristus. Kedua, mereka harus memiliki karunia dalam mengajar orang lain, “cakap dan mampu.” Paulus tahu bahwa tanpa karakter dan kemampuan ini, kebenaran Injil bisa terabaikan, atau bahkan dipelintir. Karena itu, Timotius harus dengan sungguh-sungguh mengidentifikasi dan memercayakan pengajaran kepada orang-orang yang benar-benar dapat dipercaya. Harapannya jelas bahwa melalui pengajar yang setia dan cakap, Injil yang murni akan terus diberitakan dan jemaat terlindungi dari ajaran-ajaran palsu di sekitar mereka. Tentunya, Paulus mengingatkan di ayat yang pertama bahwa sumber kekuatan dalam pelayanan ini hanya berasal dari kasih karunia Kristus.
Pesan ini sangat relevan bagi kita. Kita semua ada dalam lomba estafet pemuridan ini. Jangan sampai kita puas ketika AKTB kita sekedar menjadi konsumen rohani “hadir persekutuan, hadir KTB, pemahaman firman hebat,” tapi tidak mau memuridkan orang lain. Karena itu, tugas kita jelas. Pertama, mengidentifikasi orang-orang yang setia, mereka yang punya hati untuk Tuhan dan bisa dipercaya. Kedua, investasikan waktu, tenaga, dan hidup kita bagi mereka dan ajarlah mereka menjadi pengajar bukan penikmat belaka. Ketiga, berikan dorongan dan penguatan bagi mereka untuk menjadi pengajar selanjutnya.
Tujuan akhirnya bukan sekadar membesarkan komunitas kita sendiri, melainkan membangun sebuah rantai pemuridan yang tidak terputus yang terus bermultiplikasi. Sebuah jaringan murid yang berlipat ganda, setia pada Injil, dan sanggup menghadapi dunia yang riuh dengan suara-suara palsu. Untuk semua itu, dasar kita tetap sama dengan Timotius, “kasih karunia Kristus.” Kita tidak mampu dengan kekuatan sendiri, tapi kasih karunia Allah yang memampukan kita untuk terus melayani dan mengajarkan Injil kepada generasi lepas generasi. Maka, mari kita lebarkan doa kita menjadi demikian “Tuhan, jadikan muridku kelak menjadi seorang guru bagi banyak murid lagi. Dan biarlah murid-muridnya pun meneruskan estafet ini.” Soli Deo Gloria!


Ida Hasian Sinaga
Staf Mahasiswa Perkantas Jabar
Alamat
Sekretariat Bandung (CP14)
Jalan Cipaku Permai No.14, Bandung, Jawa Barat 40143
Sekretariat Jatinangor (HOJ)
Jalan Raya Jatinangor No.295, Hegarmanah, Kec. Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat 45363