Memilih TUHAN, Menentukan Kehidupan

Edisi Des 22 - Jan'23

ARTIKEL

Metty Kusumastuti

1/31/20233 min read

Seorang percaya berkisah tekanan-tekanan yang datang padanya sebagai pemimpin gereja di tengah wilayah di mana kekristenan adalah minoritas. Namun, ia mengatakan, bahwa ia tetap akan ikut Tuhan Yesus, bahkan ia siap mati bertahan dalam iman Kristennya. Kisahnya bisa jadi kisah “warisan” dari para perempuan pionir benih Injil tersemai di tempat ini. Berpuluh-puluh tahun sebelumnya, ibu-ibu itu, yang telah menjadi jemaat senior si pemimpin gereja tadi, telah terlebih dahulu berhadapan dengan panggilan bolak-balik dari wakil masyarakat yang mempertanyakan dan mengawasi aktivitas mereka sebagai Kristen di tanah dimana kekristenan dianggap bukanlah identitas warga asli tempat itu. Iman kepada Kristus telah menjadi milik generasi demi generasi, Injil telah merebut sebuah sudut wilayah dari kota metropolitannya Jawa Barat.

Setia kepada Kristus bukan perkara mudah. Alkitab mencatat tidak mudahnya hidup sebagai umat Allah. Entah karena penganiayaan, ajaran sesat, godaan dunia, praktik penyembahan berhala, sistem kekuasaan, maupun keberadaan dosa dalam tubuh kita. Dalam perkara seperti kisah si pemimpin gereja dan jemaatnya di atas, atau dalam perkara keseharian yang tampaknya biasa. Oleh karena itu, kita perlu memperbarui janji kita kepada Tuhan setiap waktu, ketika kita sendirian, dan ketika di dalam persekutuan. Seperti kisah bangsa Israel yang memperbarui janji mereka di ujung kepemimpinan Yosua.

Yosua, seorang yang telah mengalami sendiri tangan Allah yang Mahakasih nan ajaib, yang memimpin peperangan Israel di tanah Kanaan, ialah seorang yang juga mengenal seperti apa bangsa Israel. Sebelum ia undur dari bangsa itu, ia merasa perlu memastikan dan menantang kesetiaan Israel kepada Allah. Hidup di tengah bangsa-bangsa Kanaan yang jahat, yang memberontak terhadap Tuhan, apakah sepeninggalnya Israel akan menaati perintah menaklukkan Kanaan dan mengklaim milik pusaka mereka? Atau malah bermalas-malasan berperang, lagi mengulangi dosa nenek moyang mereka di Sinai dulu, mendirikan berhala kemudian menyembahnya?

“Lalu bangsa itu menjawab: "Jauhlah dari pada kami meninggalkan TUHAN untuk beribadah kepada allah lain! … Kami pun akan beribadah kepada TUHAN, sebab Dialah Allah kita.” (Yosua 24: 16, 18b). Demikianlah tekad Israel. Namun, Yosua ingin memastikan lagi sikap Israel ini, maka dibeberkannyalah konsekuensi jika bangsa itu mengingkari janji mereka. Jawaban Israel tetap sama, yaitu: “ … , hanya kepada TUHAN saja kami akan beribadah.” (Yosua 24: 21b)

Kita baru saja memasuki tahun baru, 2023. Mungkin sedari 2022, kita telah merencanakan aktivitas atau kehidupan kita di 2023. Perkantas Jabar sendiri sudah punya program bersama hingga pertengahan semester tahun ini. Tahun yang baru biasanya dipakai oleh kebanyakan kita untuk memulai hal-hal yang baru, mencatat perubahan-perubahan baik apa yang ingin kita alami atau capai setahun ini. Entah kita sudah punya rencana atau sedang membuatnya, baiklah kita menaruh tantangan Yosua kepada bangsa Israel sebagai inti dari rencana-rencana itu: “ … pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah; … .” (Yosua 24: 15b). Jawaban kita menentukan kisah kehidupan kita di tahun ini. Kita tidak tahu apa yang akan kita alami di tahun ini. Namun, iman kita pastinya akan ditantang, baik dalam perkara-perkara kecil atau besar. Maka sedari awal, kita perlu mengambil sebuah momentum pembaruan janji setia kita kepada Tuhan, bahwa dalam setiap aspek kehidupan kita, kita mau menyembah Tuhan, bukan menyembah allah lain (cinta akan uang, cita-cita pribadi, sukses menurut dunia, teman hidup yang tidak seiman, dsb). Ketika kita menciptakan momentum ini, ia akan berfungsi seperti alarm bagi kita, yang bunyinya: “Pilihlah Tuhan, hai … (nama kita)!”.

Seperti bangsa Israel mengilas balik perjalanan mereka bersama Allah, kita dapat mengilas balik dengan formula yang senada (lih. Yosua 24: 17-18a):

  • Apa yang telah Tuhan lakukan pada saya sehingga saya bebas dari perbudakan dosa dan luput dari maut kekal?

  • Apakah hal-hal ajaib yang telah Tuhan berikan untuk saya?

  • Apakah perlindungan dari Tuhan yang saya alami?

  • Apakah hal-hal yang jahat/buruk yang telah Tuhan hindarkan dari saya?

Mungkin memang ada peristiwa besar atau spesifik yang kita pernah alami, tetapi dalam peristiwa sehari-hari pun kita bisa menelusuri jejak kesetiaan Tuhan bagi kita. Untuk itu, kita perlu mengambil waktu sejenak berdoa, hingga kita akhirnya dapat dengan yakin berseru sama seperti Yosua dan bangsa Israel dahulu: “Aku, … (nama kita) akan beribadah kepada Tuhan!”

Metty Kusumastuti